Mengapa Banyak Baby Boomer Tidak Suka Belanja Online
Bagi sebagian orang, belanja online terasa sangat nyaman dan efisien. Namun, bagi generasi baby boomer, ada sesuatu yang hilang ketika mereka memilih untuk tidak melakukan pembelian secara digital. Mereka lebih memilih pergi ke toko, melihat langsung barang, dan berinteraksi dengan orang-orang di sekitar. Ini bukan sekadar masalah usia atau kemampuan teknologi, tetapi lebih pada kepribadian dan cara mereka menghadapi dunia.
Berikut adalah tujuh ciri kepribadian yang sering muncul pada generasi baby boomer yang lebih memilih belanja fisik daripada online:
1. Menghargai Kendali Lebih dari Kenyamanan
Banyak baby boomer merasa lebih aman ketika mereka bisa menyentuh, membaca label, atau memeriksa tanggal kedaluwarsa barang. Bagi mereka, foto produk dan estimasi pengiriman tidak cukup untuk memberikan rasa percaya. Mereka ingin tahu pasti kualitas barang yang mereka beli, bukan hanya mengandalkan deskripsi di layar.
Mereka juga lebih suka mengetahui kapan barang akan sampai. Dengan datang langsung ke toko, mereka bisa bertanya langsung kepada staf jika ada hal yang tidak jelas. Kejelasan ini menjadi prioritas utama dibandingkan pengiriman gratis.
2. Menjadikan Tugas Dunia Nyata Sebagai Rutinitas yang Bermakna
Bagi banyak baby boomer, pergi ke toko bukan hanya tentang membeli barang, tapi juga bagian dari rutinitas harian. Mengobrol dengan kasir di apotek atau berdiskusi tentang pupuk di toko perkakas memberi rasa keterhubungan. Aktivitas ini seperti membuka kotak surat meski tahu isinya kosong—ada kenyamanan dalam ritual tersebut.
Belanja online mungkin cepat, tetapi menghilangkan tekstur dari tugas-tugas kecil. Ketika kehidupan sehari-hari terasa semakin terputus, aktivitas fisik seperti ini menjadi jangkar. Koneksi mikro dengan orang-orang sekitar membantu menjaga rasa keterikatan dengan dunia yang nyata, lokal, dan personal.
3. Memercayai Hubungan yang Terbangun, Bukan Ulasan Digital
Bintang lima di toko online mungkin terlihat menarik, tetapi bagi banyak baby boomer, itu masih terasa samar. Mereka lebih percaya pada toko yang sudah mereka kunjungi selama bertahun-tahun, merek yang dipakai orang tua mereka, atau petugas toko yang mengingat nama mereka.
Ini bukan sekadar kesetiaan, tetapi bentuk kepercayaan terhadap pengalaman pribadi dan hubungan manusia. Di saat generasi muda mengandalkan data dan konsensus publik, baby boomer tetap berpegang pada keandalan yang sudah terbukti.
4. Mengandalkan Indra untuk Membuat Keputusan
Generasi ini terbiasa membuat keputusan dengan kelima indranya. Mereka ingin merasakan tekstur denim, mencium wangi lilin, atau mendengar bunyi klik alat rumah tangga. Tanpa umpan balik sensorik, mereka merasa seperti sedang menebak-nebak dan tidak suka menebak dengan uang mereka.
Mereka ingin menyentuh melon, merasakan berat blender, atau melihat langsung kualitas bahan. Bagi mereka, pembelian adalah pengalaman yang melibatkan banyak indra, bukan sekadar klik di layar.
5. Tumbuh di Era “Kalau Rusak, Ya Diperbaiki”
Baby boomer dibesarkan dengan pola pikir memperbaiki, bukan mengganti. Mereka mencari barang yang bisa dicek, dinilai, dan dipahami secara langsung. Membeli barang online terasa seperti menyewa mobil bekas tanpa membuka kapnya.
Dengan belanja langsung, mereka bisa menilai kualitas: apakah ada komponen yang lemah, apakah konstruksinya kokoh, apakah garansinya masuk akal. Detail seperti itu jarang bisa didapat dari halaman produk online.
6. Bersikap Skeptis pada Sistem yang Tidak Dipahami Secara Langsung
Minta baby boomer menggunakan dompet digital? Jawabannya bisa saja, “Saya tidak suka menaruh informasi saya di sana.” Ini bukan sekadar ketakutan, tapi soal prinsip: jika tidak bisa dilihat atau disentuh, apakah itu sungguh nyata?
Bagi mereka, belanja online seperti mengirim uang tunai ke orang asing dan berharap barang akan dikirim. Terlalu abstrak. Mereka telah menyaksikan penipuan dan pelanggaran data selama bertahun-tahun. Jadi, jika kamu tumbuh besar dengan uang tunai dan buku cek manual, mempercayakan keuangan pada layar digital bukanlah kemajuan melainkan risiko.
7. Menemukan Kepuasan dalam Hal yang Fisik dan Nyata
Pada dasarnya, penolakan belanja online bukan bentuk penolakan kemajuan, tetapi lebih pada preferensi. Mereka ingin memegang barangnya, membawa pulang dengan tangan sendiri, tahu pasti apa yang mereka beli dan dari siapa.
Seperti menulis kartu ucapan alih-alih kirim pesan teks. Yang satu cepat, yang lain meninggalkan bekas—sidik jari, noda tinta, sesuatu yang manusiawi. Bagi banyak baby boomer, pengalaman fisik bersifat emosional. Suara struk dicetak, berat kantong belanja, senyum kasir. Semua itu bukan hanya bagian dari tugas, tapi bagian dari cerita hari itu.
Dan tidak semua hal harus dioptimalkan. Beberapa hal cukup dipertahankan karena di sanalah letak kebahagiaannya.







