– Nelayan bernama Trisno (45) mengaku tidak melihat kapal polisi berpatroli saat sejumlah orang memasang pagar bambu di Pesisir Kabupaten Tangerang.
Sekarang, pagar laut sepanjang 30,16 kilometer telah ditutup oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat Jenderal PSDKP.
“Tidakkah kau tahu jawabannya? Namun, jika dilihat dari bangunan kapalnya di Tanjung Kait, tidak ada tindakan patroli laut polisi saat penyelesaiannya. Oleh karena itu, kita takut akan pagar itu, sehingga kita pasti sangat berhati-hati lewat searah tanggul,” kata Trisno kepada wartawan, Kamis (9/1/2025).
Rencana pasang pagar laut dari bambu yang ditunjukkan oleh Trisno ia lakukan sejak pagi hingga siang hari.
“Iya, pekerjaannya tidak malam. Pemasangannya itu pagi hingga siang, petangnya sudah tidak ada,” katanya.
Trisno mengatakan, pembangunan pagar bambu itu dilakukan oleh beberapa warga dari Desa Tanjung Kait, Kabupaten Tangerang.
Pokoknya dia mengemudikan kapal kecil, kadang berada di dalam kapal, sekitar beberapa orang ke dalam pengerjaan.
“Seperti kapal kecil, untuk memasang bambunya menggunakan tangan, orang-orang di kapal yang turun kepalang,” ucap Trisno.
Warga Pakuhaji, AN, mengatakan bambu itu datang dari sebuah proyek di sebelah timur Kampung Kohod, kemudian diangkut ke tempat itu dengan cara diapungkan di atas air.
“Mereka bilang, nanti kita bakal diuruk kawasan ini untuk reklamasi,” kata AN.
Pekerja menggalang bambu untuk pagar di siang hari, dan proses pemasangannya berlangsung beberapa hari kerja.
Para pekerja menancapkan pohon bambu ke dasar laut karena kedalaman air hanya seinstagram orang dewasa.
Saat ini Trisno harus berlayar jauh untuk mencari ikan sebab adanya pagar laut pada sekarang ini.
Tak hanya itu, terdapatnya pagar tersebut juga membuat orang punya dan nelayan lain di Desa Pesisir Karang Serang kini tidak bisa mendapatkan ikan kecil lagi.
“Jadi, ketika angin kencang, kami takut ke tengah laut karena ombak besarnya, jadi kami baru mencoba ke pantai pinggir. Namun, sekarang itu sudah tidak mungkin karena ada pagar yang ada. Melintasi pagar itu sulit sekali, sehingga kami tidak bisa melepaskan jaring laut untuk memancing.” ujar Trisno.
“Pada tepi laut kita dapat menemukan udang, kerang, dan rajungan (kepiting). Di tepi laut banyak, tolong menaburkan jaring di sana maka ikan-ikan itu pasti menangkap jaring kita yang terikat dengan bambu,” tambahnya.
Selain menghadapi kesulitan untuk tiba di tengah laut, Trisno juga mengatakan harus menyiapkan bahan bakar lebih, agar dapat melewati pagar tersebut.
“Penjualan menurun drastis, menurun jauh. Isi bahan bakar juga harus lebih banyak, contohnya biasanya harus mengisi 5 liter, sekarang harus mengisi 7 liter sekali ke perjalanan,” katanya.
Seorang laki-laki dari Brebes, Jawa Tengah berharap pagar bambu itu dilepaskan, agar ia bisa mencari ikan sebagai pekerjaannya.
Karena di tempat itu, ada banyak ikan yang bisa diambilnya untuk sumber penghasilannya.
“Saya tidak tahu apa yang akan dibuat oleh pemerintah itu (pagar laut). Saya harap tidak ada lagi hal yang serupa, sehingga kita bisa mencari makan dengan cara yang biasa lagi. Tapi jika pemerintah tersebut akan membuat hal ini, jangan apa-apa juga. Orang kecil seperti aku tidak bisa apa-apa,” ujar Trisno.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Mencari Jawaban Tentang Pengembang Properti
Saat ini, KKP sedang mengeksplorasi informasi yang populernya di media sosial tentang adanya perusahaan pengembang properti yang diduga meletakkan pagar laut di perairan Tangerang, Banten.
Penelitian ini akan dilakukan untuk menentukan siapa yang memasang pagar berbahan bambu sepanjang sekitar 30 kilometer di laut.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Pung Nugroho Saksono (Ipung) menyatakan, telah diketahui oleh nelayan setempat sekitar 5 bulan silam bahwa pagar ada.
Akan tetapi, hingga saat ini belum diketahui secara jelas siapa sebenarnya yang memasang pagar-pagar itu.
Ipung menjanjikan akan membuka penyelidikan mengenai siapa yang memasang pagar tersebut, termasuk ada dakwaan adanya perusahaan pengembang properti yang terlibat.
“Ada dugaan bahwa (pemasangnya) pengembang properti, seperti yang sudah banyak beredar, itu seperti apa Pak?” mengatakan seorang wartawan dalam konferensi pers itu.
“Kami akan menyelidiki lebih dahulu, DIKTUNDA akan menyelidiki lebih dalam siapa pemiliknya, kami mencari informasi, jika sudah fix ditemukan, kemungkinan besar akan diambil tindakan lebih lanjut,” jawab Humas KKP, Ipung melakukan konferensi pers di atas Kapal Pengawas (KP) Orca 2 setelah pagar laut disegel oleh DIKTUNDA, Kamis (9/1/2025) malam.
Pada saat ini, lanjutnya, petugas dari KKP tetap bekerja di lapangan untuk mencari informasi lebih lanjut dari masyarakat sekitar perairan Tangerang tentang pagar laut yang menimbulkan kesulitan itu.
Jika nantinya sudah didapatkan informasi yang lengkap, Ipung menegaskan bahwa pihaknya akan segera menghubungi oknum pemasang pagar laut itu.
Tahap-tahapnya teruslah berlanjut, kami akan melakukan survei lebih lanjut kepada masyarakat setempat, siapa sajakah pemiliknya, siapa sajakah yang bertanggung jawab, kalau mereka menyatakan identitasnya maka baru kami akan melakukan panggilan.
Menteri Kelautan dan Perikanan melewati langsung pagar bambu yang dipasang di perairan Kabupaten Tangerang, Banten, pada Kamis (9/1/2025), melalui Direktorat Jenderal PSDKP.
Dengan tiga kapal beroperasi serta satu unit sea rider, tim tersebut berangkat dari Dermaga Muara Baru dan berlayar sekitar 2 jam ke perairan yang dituju.
Tiga kapal operasional yang telah digunakan adalah kapal pengawas Orca 2, KP Hiu 06, dan KP Hiu Biru 03.
Kemudian, petugas Ditjen PSDKP mendekati area laut yang dilindungi oleh pagar bambu dengan menggunakan boat di atas air (sea rider).
Petugas kemudian memasang segel pada tiga titik pagar bambu yang diketahui dipasang sepanjang 30 kilometer di sepanjang perairan Kabupaten Tangerang.
Penyegelan merupakan tindakan awal, di mana pemerintahmemberikan waktu selama 20 hari ke depan untuk pihak yang memasang pagar untuk mengangkat atau menghilangkan pagar tersebut secara mandiri.
Jika tidak, Ipung menekankan pemerintah akan mengangkat pagar itu.
“Kami diberikan waktu 20 hari untuk melaksanakan peniadaan secara mandiri. Jika tidak dilakukan, maka KKP yang akan merobek-robek pernik,” ucap dia.
Ipung mengatakan, kegiatan pemagaran dihentikan karena diduga tidak memiliki izin dasar Kepengurusan Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) serta berada di dalam Zona Perikanan Tangkap dan Zona Pengelolaan Energi yang menyebabkan kerugian bagi nelayan dan kerusakan ekosistem pesisir.
Sesuai instruksi Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, semua aktivitas pemanfaatan ruang laut yang tidak memiliki izin dasar dan berpotensi merusak keanekaragaman hayati serta menyebabkan perubahan fungsi ruang laut seperti pemagaran laut ini untuk segera dihentikan.
Karena tidak sesuai dengan praktek internasional Konvensi Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the Sea atau UNCLOS 1982) dan berpotensi mengancam keberlanjutan lingkungan hidup.
Ipung menjelaskan bahwa sebelumnya, tim gabungan Polisi Khusus (Polsus) Kelautan Ditjen PSDKP serta Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten telah melakukan penyelidikan di desa dan kecamatan sekitar lokasi pembangunan Tambak laut pada bulan September 2024.
Dari hasil penyelidikan dan pengambilan foto udara ML-G sebagai penunjang pemagaran laut dimulai dari Desa Margamulya hingga Desa Ketapang.
Lalu, Desa Patra Manggala sampai Desa Ketapang. Diketahui untuk konstruksi bahan dasar penyelesaian benteng (pemagaran) menggunakan paku bambu.
Pastikan Tribunners sudah menginstal aplikasi WhatsApp ya.