Suara Penjual Mal: ‘Rojali’ Jahat, Kami Bekerja Tapi Beli Online

Posted on

Fenomena “Rojali” Mengancam Pendapatan Pedagang di Pusat Perbelanjaan

Di tengah meningkatnya jumlah pengunjung di pusat perbelanjaan, banyak pedagang mengeluhkan penurunan omzet penjualan. Mereka menyebut fenomena ini sebagai “rojali”, yaitu kebiasaan pengunjung yang sering bertanya dan melihat produk tanpa membeli. Hal ini terjadi meski toko-toko offline masih tetap menjadi pilihan utama bagi sebagian besar pelanggan.

Pengalaman Seorang Penjual Alat Rumah Tangga

Kurnia Oktavia Utami, penjual alat perlengkapan rumah tangga di mall @Bassura, mengaku sering menghadapi situasi seperti ini. Ia menjelaskan bahwa banyak pengunjung yang datang, bertanya, bahkan menawar, tetapi akhirnya tidak jadi membeli dan memilih belanja secara online.

“Gimana ya, jahat sih. Ya kita kan juga disini gak bisa dong kayak gitu, dia udah nanya disini dia harus belinya disini gitu lah maksudnya. Jadi kan kayak kita sia-sia gitu, kita sudah kerja tapi kok malah beli di online, sedangkan gue disini kan berharap lu juga beli disini gitu,” ujarnya.

Kurnia menyayangkan tindakan pengunjung yang tidak mengucapkan terima kasih setelah bertanya atau menawar. Menurutnya, hal tersebut membuat suasana tidak nyaman dan memengaruhi semangat kerjanya.

Pengalaman Nysa Rahma, Penjual Pakaian

Nysa Rahma, penjual pakaian di Mall City Plaza Jatinegara, Jakarta, juga mengalami hal serupa. Meskipun ia mengatakan bahwa para pelanggan biasanya hanya mengucapkan terima kasih, ia mengakui ada rasa kecewa dalam dirinya.

“Iya sih, paling terima kasih aja. Terima kasih ya kak, gitu doang. Paling ngedumel sedikit,” katanya.

Nysa menjelaskan bahwa toko pakaian yang ia jaga memiliki dua bentuk penjualan, yaitu offline dan online. Namun, omzet dari toko offline mengalami penurunan hingga 30% hingga 50%. Saat penjualan sedang optimal, omzet bisa mencapai Rp2,7 juta per hari, tetapi saat ini hanya sekitar Rp1 juta per hari.

Faktor Penyebab Fenomena “Rojali”

Menurut Nysa, fenomena ini dipengaruhi oleh pertimbangan ekonomi konsumen. Banyak ibu rumah tangga yang lebih teliti dalam memilih barang dan mencari harga yang lebih murah. Selain itu, mereka cenderung membandingkan produk di toko offline dengan toko online sebelum memutuskan untuk membeli.

“Ya paling dia juga ngeliat ekonomi juga sih. Kalau gitu kan ngeliat balance-nya, harganya. Paling nggak nyari yang murah apa gimana. Jadi ibu-ibu pasti lebih detail nyari yang lebih bagus atau nggak murah,” ujarnya.

Harapan Para Pedagang

Meski menghadapi tantangan ini, para pedagang tetap berharap para pelanggan dapat lebih mempersiapkan anggaran sebelum berkunjung ke toko. Mereka berharap pengunjung tidak hanya sekadar melihat barang, tetapi juga mempertimbangkan kemampuan finansial mereka.

“Melihat barang lah ibaratnya. Kalau gitu kan ngeliatin barang, ibaratnya lihat barang juga, lihat duit juga gitu,” harap Nysa.

Fenomena “rojali” ini menunjukkan pentingnya kesadaran konsumen dalam memilih tempat belanja. Bagi para pedagang, kehadiran pengunjung yang tidak membeli tetap memberikan dampak negatif pada pendapatan mereka. Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan antara kebutuhan konsumen dan upaya para pedagang untuk tetap bertahan di tengah persaingan yang semakin ketat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *